You are currently browsing the monthly archive for February 2009.

Mengapa dunia dijital melanda arsitektur dan bagaimana arsitek sebaiknya menyikapinya..??

Mungkin saat ini kata “dijital” sudah tak asing lagi. Seiring dengan perkembangan zaman, teknologi sudah menjadi “jantung” dalam kehidupan kita. Inilah dampak dari globalisasi. Tidak kita pungkiri bahwa teknologi memudahkan kita dalam mengerjakan segala sesuatu. Misal, sekarang saja sudah ditemukan handphone dengan teknologi 3G, dimana seseorang bisa mengetahui posisi, melihat dan tahu apa yang sedang dilakukan oleh si lawan bicara. Atau, seseorang bisa dengan mudah mencari lokasi yang diinginkan hanya dengan komputer, dengan mesin pencari data seperti google.com, dan banyak hal lain.

Termasuk, diantara dampak dari teknologi ini adalah di bidang arsitektur. Untuk mempermudah proses dalam desain, maka berkembanglah teknologi dalam arsitektur.

Arsitektur dijital ini lebih berbasis komputer. Berasal dari gabungan kata arsitektur dan dijital. arsitektur sendiri memiliki pengertian menciptakan mewadahi aktivitas manusia. dalam buku (introduction of archtecture) Architecture is the art of science environment.

Sedangkan dijital memiliki pengertian sifat komputer berbasis Gelombang elektromangnetik yang hanya mengenal 0 dan 1 sebagai fungsi mati dan nyala.

Jadi, menurut saya, arsitektur dijital adalah sebuah ilmu untuk rancang bangun dengan menggunakan teknologi komputersasi dalam proses didalamnya.

Menurut pengertian dari AKADIA:

We, in ACADIA (the Association for Computer Aided Design in Architecture) believe that the consideration of digital technology in architecture is necessary and unavoidable, given its ubiquity and widespread effects on architectural practice, teaching and research. Hence, we respectfully submit this white paper to the NAAB Validation Conference in the hope that by sharing our insights, NAAB authorities will gain valued information to enlighten their discussions aimed at improving accreditation standards.

(dikutip dari white paper of ACADIA)

Saat ini sudah ditemukan berbagai software yang membantu dalam proses desain, misal Autocad, 3d max, sketch up, archi cad, dan software grafis lainnya. Dengan adanya software-sofrware ini, tuntutan untuk mendapatkan ide desain yang kreatif bisa terpenuhi, artinya seseorang dapat mampu mengeksplor idenya lebih banyak, dan tentunya lebih cepat dalam memenuhi kebutuhan klien. Hal ini lebih efektif dan efisien.

Selain software grafis desain, ada juga software-software simulasi untuk menguji sebuah desain apakah sudah memenuhi kriteria tertentu atau belum. Misalnya, ecotect—untuk mengetes kenyamanan termal, ada juga software yang berfungsi untuk mengetahui sirkulasi udara dan angin dalam ruangan, bahkan dalam analisis struktur sudah ada softwarenya pula apakah bangunan ini sudah memenuhi kriteria keamanan atau belum, dan software-software simulasi lainnya. Hal ini bisa mengurangi human error, atau kesalahan dalam proses desain dan justru akan mendapat hasil yang lebih berkualitas pula.

Bahkan vitruvius pernah berkata “Architecture must provide utility (utilitatis), firmness (firmitatis), and beauty (venustatis)—Vitruvius, 25th BC. Ini menandakan bahwa ketiga hal di atas harus terpenuhi, dimana pemenuhan ketiga hal tersebut dapat dipermudah dengan adanya penggunaan software. Jadi sudah merupakan sebuah kebutuhan dalam dunia arsitektur tentang pentingnya dijitalisasi didialamnya.

Lantas bagaimana arsitek menyikapinya?

Kita tidak menafikan bahwa dengan adanya dijitalisasi di dunia arsitektur, semua pekerjaan menjadi lebih mudah dan cepat, bahkan mampu mengeksplore ide secara lebih banyak. Namun, ada sisi-sisi negatif yang ditimbulkan dari dijitalisasi arsitektur. Ide-ide menjadi lebih “liar”,kita dapat melihat bangunan-bangunan yang ada di dubai, misal. sebenarnya bagus, ada sebuah inovasi terutama dalam bentuk, tetapi kita juga harus mampu melihat aspek-aspek lain, aspek budaya, sosial, terutama konteks lingkungan di sekitarnnya dan lingkungan global.

apalagi saat ini, permasalahan global warming dan krisi energi sudah sangat serius, nah, jangan sampai ide-ide “brilian” itu justru malah semakin memperburuk kondisi bumi kita. Bahkan saking unik dan inovatifnya desain kita, malah justru membutuhkan energi yang sangat besar, ini bertentangan dengan prinsip hemat energi.


Sesuatu yang dimanfaatkan secara berlebihan itu tidak bagus. Begitupun dengan teknologi, kita harus memanfaatkannya secara proporsional. Tidak berlebihan dan juga tidak kekurangan.

Nah, karena itu, alangkah baiknya jika dijital arsitektur ini benar-benar dapat digunakan untuk turut memecahkan permasalahan global yang kita hadapi saat ini, terutama maslaah energi dan lingkungan. Dan sebagai arsitek/calon arsitek pun tidak kehilangan jati dirinya sebagai arsitek. Artinya, kita tidak melupakan sisi-sisi kompetensi manual.

source:

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/d5/The_green_house_effect.svg/400px-The_green_house_effect.svg.png

www.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.wswww.bigoo.ws
Glittery texts by bigoo.ws

February 2009
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
232425262728  

Pages

jam

Blog Stats

  • 926 hits